Kontroversi Pengedar Narkoba di Pekanbaru, Sandi dan Aktony: Tawas oh Tawas

Ket Foto: Aktony & Sandi

PEKANBARU, HARIANBERANTAS.ID– Pengedar narkoba yang bebas dari jeratan hukum pidana di Mapolresta Pekanbaru, Riau, jadi tranding topik. Selain menimbulkan berbagai spekulasi dikalangan masyarakat, kalangan praktisi hukum juga angkat bicara.

“Kita sangat perihatin atas pernyataan Dirnarkoba. Sesimpel itukah?. Padahal pelaku AD alias Ahmad, adalah pengedar narkoba dikampung narkoba (Panger,red), karena jual Tawas maka lolos dari jeratan hukum,” kata S.A Sandi Arsas, SH. MH, didampingi Aktony Seni, SH., MH, kepada awak media ini, Ahad (26/5) di Pekanbaru.

Untuk diketahui, dilansir cakaplah.com, Dirresnarkoba Polda Riau Kombes Pol. Manang Soebeti menerangkan, pelaku adalah AD alias Ahmad (33) yang ditangkap oleh Satres Narkoba Polresta Pekanbaru saat menggelar razia di wilayah Pangeran Hidayat.

“Dalam razia itu, petugas menangkap pelaku AD, karena sebagai pengedar narkotika jenis sabu. Namun yang didapati malah pelaku ini membawa tawas untuk dijual,” kata Manang, Rabu (15/05/2024).

{https://www.cakaplah.com/berita/baca/110465/2024/05/15/stok-sabu-habis-pengedar-narkoba-di-pangeran-hidayat-jual-tawas#sthash.vAQ488WZ.dpbs}

Bisa kita bayangkan, lanjut Sandi sapaan akrabnya, kejadian tersebut bisa menjadi preseden buruk bagi kepolisian terkhusus Polda Riau, serta menurunkan citra Polda Riau dalam menjalankan dan memberantas narkoba yang sudah masuk stadium empat (4).

Kejahatan narkoba sangat meresahkan, lanjut Sandi, apa bila alibi setiap bandar atau pengedar yang tertangkap dan alasan mereka yang di jual adalah tawas yang dikemas menyerupai sabu-sabu dalam plastik bening. Dan seterusnya pengedar lain akan mempersiapkan hal yang sama agar lolos dari pasal narkotika.

“Tawas oh tawas, nasiplah tawas,”

“Jika modus ini terus berlanjut (Alasan jual tawas,red), maka tidak menutup kemungkinan ini merupakan cara efektif para bandar sabu untuk mengelabui petugas. Atau sebaliknya, dugaan aroma tak sedap yang menimbulkan bau akibat dugaan di sebalik meja,” urainya.Ditempat yang sama, Aktony sapaan akrab pengacara muda asal Kota Pekanbaru, Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat bahwa Provinsi Riau memiliki tingkat peredaran Narkoba yang cukup tinggi di Indonesia, pada Tahun 2023.

Ditempat yang sama, Aktony sapaan akrab pengacara muda asal Kota Pekanbaru, Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat bahwa Provinsi Riau memiliki tingkat peredaran Narkoba yang cukup tinggi di Indonesia, pada Tahun 2023.

Dari data yang ada, lanjutnya, Provinsi Riau berada pada ranking Lima (5) besar Narkoba di bawah Sumut, DKI, Jatim, dan Sulawesi Tenggara (Sultra).

Jika kejadian seperti ini terus berlanjut, prediksi Aktony, Provinsi Riau bisa masuk pringkat Tiga (3) besar Darurat Narkoba di Tahun 2024 ini. Agar tidak masuk 3 besar darurat Narkoba, saranya, Kapolda Riau harus mengganti seluruh jajaran Sat Narkoba, tanpa terkecuali.

“Cuma itu solusinya Jenderal, rombak abis jajaran narkobanya. Sebagai warga Pekanbaru, kami mendukung penuh kinerja Kapolda Riau Ayo Jenderal, selamatkan muda-mudi Riau dari bahaya narkoba,” imbuh Aktony.

Kekahawatiran Dua (2) pengaca muda tersebut sangat mendasar, melihat kejadian baru-baru ini, pengedar narkoba dinilai telah berhasil melakukan tipu daya guna mengelabui para petugas. Tawas benda yang hampir serupa dengan sabu-sabu jika dilihat secara kasat mata.

Mengulas sedikit persoalan diatas, Sandi dan Aktony, mengungkapkan pihak Satnarkoba Polresta Pekanbaru sudah mengumpulkan berbagai bukti-bukti yang hampir cukup guna P21, seperti yang tertuang di SOP Polri dan UU KUHP.

“Lihat digambar tersangka AD, sebahagian itu bisa dijadikan alat bukti. Apa lagi pihak Polresta mengatakan AD adalah pengedar sabu di wilayah Pangeran Hidayat (Panger). Kan pernyataan itu diperkuat Dirnarkoba, kan sangat jelas itu,” urainya.

“Kenapa bisa bebas dari jeratan hukum pidana?. Malah AD mendapat keistimewaan untuk di rehabilitasi saja. Lumayan asik itu pengedarnya. Entah pengedar narkoba yang tinggi ilmunya atau petugas kita kurang up-date ilmunya,” ujar kedua pengacara itu, sembari mengerenyitkan dahi dan senyum.

“Penegakan hukum yang berkeadilan sering melenceng dari tujuannya lebih disebabkan rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Juga soal mentalitas dan integritas aparat penegak hukum yang jauh dari kata profesional,” tutup Sandi dan Aktony.**

Laporan by: tim/red
Editor by: redaksi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *