BATAM, HARIANBERANTAS– Aktivitas penimbunan di area proyek yang dilaksanakan PT. Sarana Industrial Point di Batu Besar Kampung Jabi Kecamatan Nongsa Kota Batam Provinsi Kepri disorot. Pasalnya, bahan material tanah timbunan dalam jumlah besar terus berdatangan, namun hingga kini belum jelas asal usul legalitas atau perizinan galian c yang didatangkan untuk menimbun kawasan yang diperkirakan luas 98 hektar are (Ha).
Diduga kuat tanah yang digunakan berasal dari galian C ilegal yang tidak memiliki izin resmi dari dinas terkait. Jika benar, maka PT Sarana Industrial Point berpotensi melanggar hukum karena turut memanfaatkan material tambang tanpa izin (galian ilegal), yang bertentangan dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Hingga kini, belum terlihat adanya papan informasi kegiatan proyek maupun dokumen lingkungan seperti UKL-UPL atau Amdal yang wajib disertakan dalam kegiatan pematangan lahan. Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa proyek ini dijalankan tanpa transparansi dan akuntabilitas hukum.
Dari hasil pantauan tim Wartawan Harian Berantas baru-baru ini dilapangan, bangunan PT Sarana Industrial Point berdiri megah di atas lahan seluas 98 hektar yang masih dalam tahap pengerjaan. Area sekitar didominasi oleh aktivitas penimbunan masif, dengan tanah merah yang terus berdatangan.
Skala proyek ini jelas membutuhkan “volume tanah timbunan dalam jumlah sangat besar”, menimbulkan tanda tanya besar mengenai asal usul material yang digunakan. Apakah tanah tersebut berasal dari galian resmi yang mengantongi izin sesuai ketentuan? Atau justru dari “galian ilegal (tanpa izin Galian C)”?
Bangunan milik “PT Sarana Industrial Point” yang berdiri di atas lahan seluas 98 hektar, kini jadi sorotan, meski tampak megah dan masih dalam tahap pembangunan, proyek ini “tidak dilengkapi papan informasi resmi” yang wajib mencantumkan nama proyek, pemilik, kontraktor, hingga izin lingkungan.
Ketiadaan informasi tersebut menimbulkan dugaan bahwa proyek ini “belum mengantongi izin lengkap”, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2008, tentang keterbukaan informasi public (KIP), “Peraturan Menteri PUPR No. 12 Tahun 2014” tentang “Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Perda Kota Batam tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Jika benar proyek ini berjalan tanpa perizinan lengkap, maka patut diduga ada pelanggaran administratif hingga pidana lingkungan.
“Instansi terkait seperti BP Batam, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, DLH, serta ESDM Kepri wajib turun ke lapangan” guna memastikan legalitas proyek, termasuk asal-usul tanah timbunan yang digunakan.
“Aparat penegak hukum juga diminta bertindak tegas” jika ditemukan pelanggaran terhadap aturan tata ruang atau eksploitasi galian tanpa izin (Galian C), sebagaimana diatur dalam “Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020” tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang dapat diancam pidana penjara 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar” ujar Ketua Devisi Investigasi LSM Komunitas Pemberantas Korupsi, Fernando Simatupang, Sabtu (27/06/2025)
Tambah Ferndando, transparansi dan ketegasan penegakan hukum adalah kunci agar Kota Batam tidak menjadi lahan subur proyek-proyek “siluman” yang merusak lingkungan dan menabrak berbagai aturan, tegasnya.
Pengawas lapangan, Ujang saat hendak ditemui Wartawan dilokasi guna konfirmasi berita, tak berada ditempat. Namun demikian pewarta media ini akan menyampaikan konfirmasi tertulis resmi ke pihak perusahaan PT. Sarana Industrial Point termasuk kepada Gubernur Kepri, BP Batam dan Polda Kepri agar permasalahan perizinan dan asal usul galian c untuk menimbun kawasan bangunan yang diduga belum jelas legalitas tersebut, diusut sesuai prosedur hukum yang berlaku***(toro)